Mauro Icardi
Mauro Icardi Dengan Seluruh kebangkitannya Di Panggung Eropa

Mauro Icardi Dengan Seluruh kebangkitannya Di Panggung Eropa

Mauro Icardi Dengan Seluruh kebangkitannya Di Panggung Eropa

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Mauro Icardi
Mauro Icardi Dengan Seluruh kebangkitannya Di Panggung Eropa

Mauro Icardi Selalu Menghadirkan Cerita Yang Penuh Warna Karena Insting Tajamnya Di Depan Gawang, Tetapi Juga Karena Lika-Liku. Lahir pada 19 Februari 1993 di Rosario, Argentina, Icardi memulai karier sepak bolanya di akademi FC Barcelona sebelum hijrah ke Italia dan membangun reputasi sebagai predator kotak penalti bersama Sampdoria. Namun, namanya benar-benar melejit saat bergabung dengan Inter Milan pada tahun 2013. Di sanalah Icardi menjelma menjadi salah satu striker paling mematikan di Serie A.

Dalam balutan seragam biru-hitam Inter, Icardi mencetak lebih dari 120 gol dan dua kali menjadi Capocannoniere—gelar top skor Serie A. Kemampuannya membaca ruang, penyelesaian akhir yang klinis, serta gaya bermain yang oportunistik menjadikannya momok bagi lini pertahanan lawan. Namun, kisahnya tak selalu tentang kejayaan.

Antara Cinta dan Polemik

Kehidupan pribadi Icardi kerap menyedot perhatian. Pernikahannya dengan Wanda Nara—mantan istri rekan senegaranya, Maxi López—menjadi sorotan tajam media. Tak hanya sebagai istri, Wanda juga bertindak sebagai agen Icardi, sebuah langkah tak lazim dalam dunia sepak bola profesional. Polemik demi polemik pun muncul, terutama terkait negosiasi kontrak dan ketegangan dengan manajemen klub.

Puncak konflik terjadi pada 2019, ketika Inter Milan mencabut ban kapten dari Icardi dan mencoretnya dari skuad utama. Tak lama berselang, ia di pinjamkan ke Paris Saint-Germain (PSG) dan kemudian di permanenkan oleh klub raksasa Prancis tersebut. Namun, meski sempat mencetak gol-gol penting di Ligue 1, Icardi tak pernah benar-benar menjadi pemain kunci di Paris. Banyak yang mengira karier Icardi akan meredup seiring pergolakan di luar lapangan.

Dipuja Bak Pahlawan

Hubungan Mauro Icardi dengan para fans ibarat dua sisi mata uang ada cinta yang menggebu, namun juga ada luka yang belum sepenuhnya sembuh. Sepanjang kariernya, Icardi mengalami naik-turun dalam relasinya dengan suporter klub yang ia bela, dari Dipuja Bak Pahlawan hingga di caci akibat kontroversi di luar lapangan. Di Inter Milan, Icardi awalnya dielu-elukan sebagai simbol kebangkitan klub. Ketajamannya di depan gawang dan dedikasinya di lapangan membuatnya cepat di cintai oleh fans Nerazzurri. Ia bahkan di percaya menjadi kapten tim di usia muda, sebuah kehormatan yang jarang di berikan kepada pemain asing. Namun, situasi berubah drastis ketika konflik internal dengan manajemen mencuat dan Wanda Nara istrinya sekaligus agennya ikut campur dalam negosiasi kontrak serta kerap melontarkan pernyataan tajam di media.

Salah satu momen paling memecah belah terjadi pada tahun 2016, ketika dalam autobiografinya, Icardi menyindir sekelompok ultras Inter yang mengancamnya setelah pertandingan. Ia menyebut dirinya “tak takut kepada siapa pun,” yang membuat kelompok fans garis keras merasa dihina. Aksi protes pun muncul, bahkan spanduk besar bertuliskan “Icardi Out” sempat di kibarkan di stadion. Meski Icardi sempat meminta maaf, hubungannya dengan sebagian fans Inter tak pernah pulih sepenuhnya.

Berbeda halnya dengan Galatasaray. Di Turki, Icardi seolah mendapat kesempatan kedua untuk memperbaiki citranya. Para fans klub berjuluk “Cim Bom” ini langsung jatuh hati kepada striker Argentina itu. Gol-gol penting yang ia cetak, selebrasi penuh gairah, serta sikapnya yang dekat dengan budaya lokal membuatnya cepat menjadi idola. Media sosial dipenuhi pujian, bahkan lagu-lagu untuk Icardi di nyanyikan di tribun setiap ia mencetak gol.

Kesuksesan Mauro Icardi Dalam Dunia Sepak Bola Tidak Hanya Di Bangun Dari Ketajamannya Di Depan Gawang

Kesuksesan Mauro Icardi Dalam Dunia Sepak Bola Tidak Hanya Di Bangun Dari Ketajamannya Di Depan Gawang, tetapi juga dari keteguhannya menghadapi badai kontroversi dan tekanan media. Lahir di Rosario, Argentina kota yang juga melahirkan Lionel Messi Icardi tumbuh menjadi penyerang haus gol yang meninggalkan jejak kuat di berbagai liga top Eropa. Langkah awal kesuksesan Icardi di mulai di Italia, bersama Sampdoria, di mana ia menunjukkan potensi besar sebagai striker muda. Namun, panggung utama kariernya benar-benar di mulai saat ia bergabung dengan Inter Milan pada tahun 2013. Dalam balutan jersey Nerazzurri, Icar di mencetak 124 gol dalam 219 pertandingan angka yang mengukuhkan dirinya sebagai salah satu striker paling produktif dalam sejarah klub.

Ia meraih gelar Capocannoniere atau top skor Serie A dua kali (musim 2014/15 dan 2017/18), bersaing dengan nama-nama besar seperti Gonzalo Higuaín dan Edin Džeko. Di usia 22 tahun, ia sudah di percaya mengenakan ban kapten Inter Milan—sebuah pencapaian besar bagi pemain asing muda di klub legendaris Italia.

Setelah periode penuh gejolak di Inter, Icardi melanjutkan kariernya di Paris Saint-Germain (PSG). Di klub raksasa Prancis ini, meski bukan selalu starter utama. Maka kemudian dari pada itu ia tetap mencetak lebih dari 30 gol dan turut membantu PSG meraih beberapa trofi domestik, termasuk Ligue 1 dan Coupe de France. Ia juga mencicipi persaingan Liga Champions, tampil di sejumlah laga penting bersama pemain kelas dunia seperti Neymar, Mbappé, dan Di María. Namun salah satu cerita kesuksesan paling mengesankan datang saat ia memutuskan pindah ke Galatasaray. Di tengah keraguan banyak pihak, Icardi tampil luar biasa dan menjadi bintang utama klub Turki tersebut.

Icardi Telah Mencatatkan Lebih Dari 200 Gol Sepanjang Karier Klubnya

Dalam dunia sepak bola modern, statistik menjadi salah satu indikator utama dalam menilai keunggulan seorang pemain. Dan jika bicara tentang Mauro Icardi, data tidak pernah berdusta. Penyerang asal Argentina ini adalah contoh klasik dari seorang finisher murni efisien, mematikan, dan selalu tahu di mana bola akan datang.

Sejak debut profesionalnya, Icardi Telah Mencatatkan Lebih Dari 200 Gol Sepanjang Karier Klubnya. Saat berseragam Inter Milan (2013–2019), ia mencetak 124 gol dalam 219 pertandingan rata-rata satu gol setiap 1,76 pertandingan. Dua kali menjadi Capocannoniere Serie A (top skor musim 2014/15 dan 2017/18). Icardi mampu bersaing dengan penyerang-penyerang elite seperti Carlos Tevez, Edin Džeko, dan Gonzalo Higuaín. Di musim 2017/18, performanya mencapai puncak ketika ia mencetak 29 gol hanya dalam 34 laga Serie A. Menyamai torehan Ciro Immobile yang juga menjadi top skor musim itu. Yang menarik, sebagian besar gol Icardi di cetak dari dalam kotak penalty. Menunjukkan keahliannya dalam membaca ruang dan memaksimalkan peluang kecil.

Icardi di kenal bukan sebagai pemain yang rajin melakukan dribel atau melepaskan tembakan dari luar kotak. Namun justru di situlah kekuatannya: efisiensi. Rata-rata akurasi tembakan Icardi di atas 60% sepanjang kariernya—angka yang sangat tinggi untuk penyerang tengah. Ia tak butuh banyak peluang untuk mencetak gol; dua atau tiga sentuhan cukup baginya untuk menyarangkan bola ke gawang. Saat bermain di PSG, meski tak selalu menjadi pilihan utama, Icardi tetap mencatatkan 38 gol dalam 92 laga. Maka kemudian dari pada itu ia juga aktif di ajang Liga Champions, mencetak gol-gol penting di babak grup dan fase gugur Mauro Icardi.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait