Bantahan Lippo Atas Sengketa Lahan Yang Melibatkan Pak Jk
Bantahan Dari Lippo Group Atas Sengketa Lahan Seluas 16,4 Hektare Di Tanjung Bunga, Makassar, Kembali Menjadi Sorotan Public. Setelah melibatkan dua pihak besar: Lippo Group dan Jusuf Kalla (JK), mantan Wakil Presiden RI. Persoalan ini memicu ketegangan karena lahan tersebut di klaim oleh beberapa pihak, salah satunya adalah PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD), perusahaan di mana Lippo Group menjadi pemegang saham.
James Riady, CEO Lippo Group, menegaskan bahwa Lippo tidak memiliki kepemilikan langsung atas lahan tersebut. Dalam pernyataannya, James menekankan bahwa keterlibatan Lippo hanya sebatas kepemilikan saham di GMTD, sehingga secara hukum, Lippo bukan pihak yang terlibat langsung dalam sengketa. “Lahan itu bukan milik Lippo secara langsung, jadi tidak ada kaitannya dengan kami,” tegas James. Pernyataan ini muncul setelah publik dan media menyoroti ketidaksesuaian klaim lahan yang di anggap telah menjadi milik keluarga JK selama puluhan tahun Bantahan.
Sengketa ini sejatinya sudah berlangsung puluhan tahun dan melibatkan beberapa pihak. Selain GMTD, pihak lain termasuk PT Hadji Kalla, perusahaan milik JK, mengklaim kepemilikan atas lahan tersebut. Menurut data dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, proses penyelesaian sengketa ini belum tuntas, terutama terkait prosedur konstatering, yaitu pencocokan batas dan luas lahan sesuai dengan putusan atau sertifikat yang sah. Ketidakjelasan ini memicu ketegangan dan perasaan tidak puas dari pihak JK.
Lippo Group melalui James Riady menegaskan bahwa meskipun mereka sebagai pemegang saham di GMTD memiliki hak terkait kepemilikan perusahaan, hal ini tidak sama dengan kepemilikan langsung atas tanah. Pernyataan ini penting untuk membedakan antara kepemilikan entitas perusahaan dan aset fisik yang di klaim oleh pihak lain Bantahan.
Tanah Itu Bukan Punya Lippo
Sengketa lahan seluas 16,4 hektare di Tanjung Bunga, Makassar, yang melibatkan Jusuf Kalla (JK) dan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD), kembali mencuat ke permukaan publik. Lippo Group, melalui CEO James Riady, menegaskan posisi perusahaan terkait sengketa yang sempat memicu kontroversi luas ini. Dalam pernyataan resminya, James Riady menegaskan bahwa Lippo tidak memiliki kepemilikan langsung atas lahan yang di sengketakan. Ia menjelaskan bahwa keterlibatan Lippo terbatas pada status sebagai pemegang saham di GMTD, perusahaan yang mengklaim hak atas tanah tersebut. “Tanah Itu Bukan Punya Lippo. Jadi enggak ada kaitannya dengan Lippo,” ujarnya kepada awak media. Pernyataan ini muncul menyusul sorotan publik dan media sosial yang mengaitkan Lippo secara langsung dalam sengketa yang menimbulkan ketegangan dengan mantan Wakil Presiden itu.
Lippo menekankan bahwa sebagai pemegang saham, peran mereka bersifat pasif dalam konteks kepemilikan dan pengelolaan tanah. Artinya, Lippo tidak memiliki hak langsung untuk mengeksekusi atau mengklaim lahan tersebut. Pernyataan ini sekaligus menjawab tudingan publik yang menyebut bahwa perusahaan besar seperti Lippo ikut “menyerobot” hak lahan milik individu. James menambahkan, pihaknya tidak akan memberikan komentar lebih lanjut terkait sengketa karena posisi Lippo hanyalah sebagai investor.
Lebih lanjut, Lippo menyoroti kompleksitas hukum terkait sengketa ini. Ia menjelaskan bahwa lahan yang di sengketakan memiliki dasar hukum yang tumpang-tindih, termasuk HGB atas nama PT Hadji Kalla dan klaim GMTD. Lippo menekankan bahwa penyelesaian sengketa harus mengikuti prosedur hukum dan administrasi yang berlaku, termasuk proses konstatering (pengukuran resmi lahan) yang belum di lakukan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, yang menyebut sengketa ini sebagai “produk lama” yang melibatkan beberapa hak atas tanah yang sama.
Bantahan Lippo Ini Memicu Reaksi Warga Net
Sengketa lahan seluas 16,4 hektare di Tanjung Bunga, Makassar, yang melibatkan Lippo Group dan Jusuf Kalla (JK), kembali menjadi perbincangan hangat publik, tidak hanya di kalangan pemerhati pertanahan, tetapi juga di media sosial. Konflik ini menyoroti kompleksitas kepemilikan lahan di Indonesia, terutama ketika melibatkan saham perusahaan besar dan hak waris individu yang sudah berlangsung puluhan tahun.
James Riady, CEO Lippo Group, menegaskan bahwa Lippo tidak memiliki kepemilikan langsung atas lahan yang di sengketakan. Pernyataan ini menegaskan posisi perusahaan, meski Lippo menjadi pemegang saham di PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD), salah satu pihak yang mengklaim hak atas tanah tersebut. “Lahan itu bukan milik Lippo secara langsung, jadi tidak ada kaitannya dengan kami,” ujar James dalam keterangan resminya. Bantahan Lippo Ini Memicu Reaksi Warga Net yang memperhatikan dinamika sengketa ini dari perspektif keadilan dan transparansi.
Banyak pengguna media sosial menyoroti ketimpangan antara perusahaan besar dan individu, dengan argumen bahwa jika mantan Wakil Presiden saja bisa menghadapi risiko sengketa, rakyat biasa jauh lebih rentan. Komentar seperti “Kalau mantan wapres saja bisa di permainkan, bagaimana rakyat kecil?” kerap muncul di berbagai platform. Selain itu, warganet menyoroti sistem pertanahan yang masih tumpang-tindih, di mana eksekusi lahan di lakukan sebelum ada proses konstatering resmi dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN. Sebagian netizen menyebut isu ini sebagai contoh praktik “mafia tanah” dan menuntut pemerintah melakukan reformasi pertanahan yang transparan. Di sisi lain, dukungan publik juga mengalir ke JK. Yang di anggap memiliki sertifikat HGB sah dan telah menguasai lahan selama puluhan tahun. Banyak komentar menyebut JK sebagai pihak yang dirugikan.
JK Menegaskan Bahwa Lahan Tersebut Telah Di Beli Oleh Pihak Keluarganya Sekitar Tiga Dekade Lalu
Sengketa lahan seluas 16,4 hektare di kawasan Tanjung Bunga, Makassar, kembali menjadi sorotan publik setelah Jusuf Kalla (JK). Mantan Wakil Presiden RI dan tokoh bisnis terkemuka, memberikan tanggapan tegas mengenai klaim. Yang di lakukan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD), perusahaan yang di kaitkan dengan Lippo Group.
JK Menegaskan Bahwa Lahan Tersebut Telah Dibeli Oleh Pihak Keluarganya Sekitar Tiga Dekade Lalu dari ahli waris Raja Gowa dan telah bersertifikat resmi. Dalam pernyataannya, ia menekankan bahwa eksekusi. Atau klaim sepihak terhadap lahan tersebut merupakan tindakan yang tidak sah dan merugikan hak keluarga Kalla. “Tanah itu saya sendiri yang beli … tiga puluh tahun lalu … tiba‑tiba ada yang datang merampok,” ujar JK. Menggambarkan kekesalannya terhadap proses yang terjadi.
Selain menyoroti kepemilikan legal, JK mempersoalkan prosedur eksekusi yang di lakukan GMTD. Menurutnya, proses hukum seperti konstatering pengukuran dan pencocokan batas lahan. Oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan pihak terkait belum di lakukan. JK menegaskan bahwa tindakan tersebut melanggar prosedur dan mengesankan adanya rekayasa atau permainan hukum di balik klaim yang muncul. “Mana pengukurannya? sini Mana orang BPN‑nya? Mana camatnya? Tidak ada semua. Itu hanya akal‑akalannya,” katanya.
Sikap JK juga mencerminkan keprihatinannya terhadap perlindungan hak milik individu di Indonesia. Ia menekankan bahwa jika seorang figur publik sebesar dirinya dapat menghadapi risiko sengketa. Dan klaim tidak sah, warga biasa akan jauh lebih rentan. Dalam beberapa pernyataannya, JK menyinggung potensi keterlibatan mafia tanah. Dan praktik tidak transparan yang sering terjadi dalam sengketa lahan di berbagai daerah. JK menyatakan bahwa pihaknya siap menempuh jalur hukum untuk mempertahankan hak kepemilikan yang sah Bantahan.