
Berkarya Dari Rumah: Peran Baru Ibu Rumah Tangga Di Eradigital
Berkarya Dari Rumah Kini Bisa Di Lakukan Oleha Para Ibu Rumah Tangga Yang Tidak Lagi Hanya Identik Dengan Dapur, Sumur, Dan Kasur. Mereka telah menjelma menjadi pelaku ekonomi kreatif, pemilik bisnis rumahan, konten kreator, hingga pendidik digital dari balik layar. Semua itu dilakukan tanpa harus meninggalkan rumah. Inilah wajah baru ibu rumah tangga di era digital: mandiri, produktif, dan berdaya. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah membuka jalan lebar bagi ibu rumah tangga untuk mengeksplorasi potensi dirinya. Internet, media sosial, dan platform digital seperti marketplace, e-learning, hingga layanan keuangan digital memberikan akses yang mudah dan murah untuk berkarya.
Dulu, banyak ibu rumah tangga yang terkendala waktu dan ruang untuk bekerja atau menjalankan usaha. Kini, mereka bisa menjalankan toko online dari ponsel pintar, menawarkan jasa les privat daring, menjadi reseller produk kecantikan, atau bahkan mengelola kanal YouTube seputar parenting dan masakan.
Perubahan paradigma ini juga di dorong oleh meningkatnya kesadaran akan pentingnya peran ganda perempuan—menjadi pengelola rumah tangga sekaligus pendorong ekonomi keluarga. Banyak ibu kini tak lagi merasa cukup hanya mengandalkan satu sumber pendapatan, apalagi di tengah tekanan ekonomi pasca-pandemi Berkarya.
Dukungan Komunitas dan Pelatihan Digital
Fenomena ini tidak terjadi begitu saja. Di banyak kota dan desa, muncul komunitas-komunitas ibu rumah tangga yang saling berbagi ilmu dan dukungan. Program pelatihan digital, seperti yang di lakukan oleh PNM Mekaar, OK OCE, atau Balai Latihan Kerja (BLK), membantu ibu-ibu untuk memahami cara memasarkan produk, mengelola keuangan, hingga memanfaatkan media sosial untuk promosi Berkarya.
Mengaku Awalnya Ragu Untuk Memulai Bisnis Dari Rumah
Dunia ibu rumah tangga tengah mengalami transformasi besar. Dari yang sebelumnya lebih banyak bergulat dengan urusan domestik, kini mereka ikut mewarnai peta ekonomi digital Indonesia. Berbekal smartphone dan koneksi internet, para ibu mulai mengembangkan bisnis, bergabung dengan komunitas wirausaha, bahkan menjadi penggerak sosial di lingkungan sekitar. Lantas, bagaimana sebenarnya tanggapan mereka terhadap perubahan ini?
Lilis Kartini (36), seorang ibu dua anak asal Depok, Mengaku Awalnya Ragu Untuk Memulai Bisnis Dari Rumah. “Saya dulu hanya bantu suami jaga anak dan urus rumah. Tapi setelah ikut pelatihan daring dari komunitas UMKM perempuan, saya mulai coba jualan camilan sehat lewat Instagram. Awalnya iseng, lama-lama jadi penghasilan tambahan,” tuturnya kepada kami, sambil tertawa kecil.
Bagi Lilis, di gitalisasi adalah pintu pembuka mimpi lama yang sempat terkubur. “Dulu saya pengin kerja kantoran, tapi setelah punya anak, saya putuskan fokus di rumah. Sekarang, saya bisa kerja dari rumah, tanpa harus ninggalin anak-anak.”
Senada dengan itu, Rita Marlina (42), ibu rumah tangga di Pekanbaru yang kini menjalankan toko online alat dapur melalui platform e-commerce, menyebut era digital sebagai “penyelamat finansial.” Ia mulai usahanya saat pandemi, ketika suaminya kehilangan pekerjaan. “Kami benar-benar terdesak. Akhirnya saya putuskan jualan peralatan dapur yang banyak di cari ibu-ibu. Ternyata, banyak banget yang minat,” katanya.
Namun, tidak semua ibu merasakan hal serupa. Yuni (33), ibu rumah tangga dari Banjarnegara, mengaku sempat kewalahan saat harus membagi waktu antara usaha daring dan urusan rumah. “Kadang saya masih bingung. Anak minta makan, tapi pesanan harus di proses. Belum lagi kalau internet lambat. Tapi saya tetap semangat, karena ini semua untuk keluarga,” jelasnya.
Meningkatnya Jumlah Ibu Rumah Tangga Yang Kini Mampu Berkarya Dari Rumah
Di balik Meningkatnya Jumlah Ibu Rumah Tangga Yang Kini Mampu Berkarya Dari Rumah, terdapat satu faktor kunci yang sering kali menjadi penggerak utama: dukungan komunitas dan akses terhadap pelatihan digital. Dalam era digital yang dinamis seperti sekarang, perempuan tak lagi harus berjuang sendiri untuk belajar berbisnis, memahami teknologi, atau membangun jejaring. Komunitas perempuan dan program pelatihan digital hadir menjadi wadah yang membangun semangat dan keterampilan baru bagi para ibu rumah tangga.
Salah satu contoh nyata adalah program PNM Mekaar (Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera) yang telah menjangkau jutaan ibu rumah tangga di Indonesia. Melalui program ini, para ibu tidak hanya di berikan akses permodalan, tetapi juga di bina dalam kelompok-kelompok mingguan yang memperkuat solidaritas dan semangat belajar. Setiap pertemuan bukan hanya soal evaluasi keuangan, melainkan juga sesi berbagi pengalaman, motivasi, dan pelatihan sederhana tentang kewirausahaan.
Selain program pemerintah, banyak komunitas independen dan platform digital yang memberikan pelatihan gratis atau berbiaya ringan. Komunitas seperti Ibu Profesional, Sekolah Perempuan Digital, dan berbagai grup UMKM berbasis daring di Facebook atau WhatsApp menjadi ruang interaksi yang sangat bermanfaat. Di dalamnya, para ibu bisa belajar dari sesama, mendapatkan referensi bisnis rumahan, hingga informasi tentang pelatihan-pelatihan terkini.
Pelatihan digital juga menjadi gerbang penting untuk meningkatkan literasi teknologi para ibu. Dalam banyak kasus, ibu rumah tangga yang sebelumnya gaptek (gagap teknologi), perlahan mulai paham cara menggunakan marketplace seperti Shopee atau Tokopedia, membuat konten promosi di Instagram, bahkan mengelola keuangan dengan aplikasi digital. Pelatihan ini biasanya di berikan oleh lembaga seperti Balai Latihan Kerja (BLK), OK OCE, atau lembaga swadaya masyarakat lokal.
Salah Satu Tantangan Utama Adalah Manajemen Waktu
Meski peluang untuk berkarya dari rumah semakin terbuka lebar, jalan yang di tempuh para ibu rumah tangga di era digital tidak selalu mulus. Ada berbagai tantangan yang harus mereka hadapi dalam menjalani peran ganda sebagai pengurus rumah tangga sekaligus pelaku ekonomi produktif. Namun, di balik tantangan tersebut, tersimpan pula harapan besar akan masa depan yang lebih inklusif dan memberdayakan perempuan.
Salah Satu Tantangan Utama Adalah Manajemen Waktu. Tidak sedikit ibu rumah tangga yang merasa kewalahan membagi fokus antara mengurus anak, pekerjaan domestik, dan aktivitas produktif seperti bisnis daring atau konten digital. Tanpa pembagian peran yang adil di dalam rumah, beban kerja menjadi sangat berat dan sering kali membuat mereka merasa kelelahan secara fisik maupun mental.
Kendala lain yang juga krusial adalah akses teknologi dan internet. Di banyak daerah pelosok, jaringan internet masih terbatas, sementara harga perangkat seperti laptop atau smartphone yang memadai tidak selalu terjangkau. Kondisi ini menciptakan kesenjangan digital antara ibu rumah tangga di perkotaan dan pedesaan. Membatasi kesempatan yang seharusnya bisa di nikmati secara merata.
Tak kalah penting, dukungan sosial dan keluarga sering kali menjadi penentu keberhasilan atau kegagalan seorang ibu dalam berkarya dari rumah. Masih ada anggapan tradisional yang menilai bahwa ibu sebaiknya hanya fokus pada rumah dan anak, bukan mencari penghasilan. Tanpa dukungan pasangan dan lingkungan, banyak perempuan yang akhirnya mengurungkan niatnya untuk produktif secara ekonomi. Namun di balik tantangan tersebut, harapan terus tumbuh. Semakin banyak ibu rumah tangga yang menyadari nilai diri dan potensinya. Pemerintah dan berbagai lembaga swadaya kini juga semakin aktif menyediakan pelatihan, pendampingan usaha, serta program permodalan yang terjangkau Berkarya.