Suasana
Suasana Alun Alun Pati Terkini, Masyrakat Minta Buapati Mundur

Suasana Alun Alun Pati Terkini, Masyrakat Minta Buapati Mundur

Suasana Alun Alun Pati Terkini, Masyrakat Minta Buapati Mundur

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Suasana Alun Alun Pati Terkini, Masyrakat Minta Buapati Mundur

Suasana Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Pada Rabu, 13 Agustus 2025, Mendadak Memanas Terdapat Ribuan Warga Tumpah Ruah Memenuhi Alun-Alun Pati. Hanya untuk melakukan aksi demonstrasi besar-besaran menuntut Bupati Sudewo mundur dari jabatannya. Aksi yang awalnya berlangsung damai itu berujung ricuh, memaksa aparat keamanan mengerahkan gas air mata dan water cannon. Dan pemicunya adalah kebijakan kontroversial Pemerintah Kabupaten Pati yang menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250%. Meski kebijakan tersebut sudah di batalkan, amarah warga telanjur membara. Mereka menilai Bupati Sudewo tidak sensitif terhadap aspirasi rakyat dan kerap mengambil keputusan sepihak.

Sejak pagi, gelombang massa dari berbagai desa dan kecamatan mulai memadati Alun-alun Pati. Dan panitia aksi mengklaim jumlah peserta mencapai 25.000 orang. Sementara 2.684 personel gabungan TNI-Polri di terjunkan untuk pengamanan. Selanjutnya orasi demi orasi menggema. Dengan seruan agar Bupati Sudewo mundur secara “kesatria” atau di lengserkan melalui mekanisme politik di DPRD. Sebelumnya kericuhan mulai terjadi ketika sebagian demonstran melempar botol air mineral ke arah aparat. Pagar pembatas dan sebagian tembok di sekitar pendopo roboh Suasana.

Sementara beberapa orang mencoba mendekat ke pintu masuk kantor bupati. Kemudian ketegangan meningkat saat permintaan massa agar Bupati keluar menemui mereka tak di penuhi. Maka situasi panas ini memakan korban. Sejumlah warga mengalami sesak napas akibat gas air mata. Dan termasuk seorang wartawan lokal, Lilik Yuliantoro, yang sempat terkapar namun di pastikan selamat dan kini di rawat di RSUD Suwondo. Di sisi lain, beredar kabar adanya korban tewas, termasuk dua remaja. Meski demikian, kepolisian belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait jumlah pasti korban meninggal Suasana.

Kejadian Ini Menegaskan Pentingnya Komunikasi Politik

Kini Bupati Sudewo belum memberikan sinyal untuk mundur. Sementara itu, sejumlah anggota DPRD Pati mendorong pembentukan panitia khusus (Pansus). Dan atau penggunaan hak angket guna menyelidiki kebijakan dan kepemimpinan Bupati. Organisasi masyarakat seperti PCNU Pati menyerukan agar semua pihak menahan diri demi menghindari eskalasi kekerasan lebih lanjut. Maka demo 13 Agustus 2025 di Pati menjadi salah satu aksi massa terbesar dalam sejarah kabupaten tersebut. Terlepas dari pro-kontra terhadap kebijakan Bupati. Selanjutnya Kejadian Ini Menegaskan Pentingnya Komunikasi Politik yang terbuka dan responsif antara pemimpin daerah dan warganya. Tanpa itu, jurang ketidakpercayaan bisa semakin lebar. Dan kejadian serupa berpotensi terulang di masa mendatang. Apalagi media sosial menjadi barometer utama untuk membaca suhu publik saat aksi demonstrasi besar-besaran di Pati terus memanas. Banyak warganet menyalurkan aspirasi dan kritik lewat tagar, komentar. Maupun meme yang menggema di berbagai platform.

Tak hanya pada ranah demo fisik, warganet juga “berunjuk rasa” secara digital. Dan khususnya di akun Instagram resmi Bupati Sudewo. Komentar protes seperti “Lengserkan!!!” dan “Lebih baik mundur pak” membanjiri kolom komentar. Sebelumnya respons ini muncul setelah video viral di mana Sudewo menyatakan tak akan mundur meski ribuan orang berdemo. Dan pernyataan video viral tersebut di nilai warganet arogan dan memperparah situasi. Kemudian permintaan maaf yang kemudian di lontarkan oleh Bupati di nilai tidak cukup untuk meredam kemarahan netizen yang sudah terlanjur panas. Maka warganet mengekspresikan dukungan secara damai di media sosial. Dan menyoroti aksi nyata warga yang mengecam kebijakan tanpa menempuh jalan kekerasan. Mereka mengedepankan narasi aspiratif: rakyat bersuara menuntut keadilan, bukan kerusuhan.

Suasana Alun-Alun Pati Yang Biasanya Menjadi Pusat Kegiatan Warga Berubah Menjadi Lautan Manusia

Dengan rombongan warga dari berbagai desa. Dan kecamatan berdatangan menggunakan sepeda motor, mobil bak terbuka. Bahkan truk yang di hias spanduk tuntutan. Suasana Alun-Alun Pati Yang Biasanya Menjadi Pusat Kegiatan Warga Berubah Menjadi Lautan Manusia yang di dominasi warna-warna bendera komunitas dan organisasi masyarakat. Kemudian di panggung orasi yang di pasang di sisi barat alun-alun. Terdapat perwakilan massa menyampaikan lima tuntutan utama. Dan tuntutan pertama dan yang paling di sorot adalah desakan agar Bupati Sudewo mundur dari jabatannya. Tentu baik secara sukarela maupun melalui mekanisme politik DPRD. Tuntutan kedua, meminta pembatalan permanen kebijakan kenaikan PBB-P2 sebesar 250%. Dan peninjauan kembali sistem pajak daerah yang di nilai memberatkan warga. Selanjutnya tuntutan ketiga adalah penolakan sistem lima hari sekolah yang di nilai mengurangi interaksi sosial anak dengan masyarakat dan menambah beban keluarga di daerah pedesaan.

Keempat, protes terhadap proyek renovasi alun-alun dan pembongkaran masjid. Tentunya yang di anggap tidak memiliki urgensi mendesak di tengah kebutuhan pembangunan infrastruktur desa. Terakhir, mereka menuntut pembatalan proyek videotron senilai Rp 1,39 miliar yang di nilai pemborosan anggaran. Dan tuntutan yang semula ingin di sampaikan secara damai berubah menjadi simbol kemarahan kolektif terhadap kepemimpinan yang di anggap arogan. Bagi massa, aksi ini bukan sekadar penolakan kebijakan pajak. Tapi melainkan protes terhadap pola komunikasi pemerintah daerah yang di nilai tertutup dan tidak akomodatif terhadap aspirasi rakyat. Pastinya gelombang massa ini menunjukkan bahwa ketika kebijakan publik di rasa tidak adil. Dan jalur komunikasi antara pemerintah dan warga tersumbat, mobilisasi sosial dapat terjadi secara masif.

Banyak Warga Yang Mengaku Bingung Bagaimana Harus Membayar Pajak Yang Melonjak Drastis

Sebelumnya PBB-P2 adalah salah satu pajak yang wajib di bayar pemilik tanah dan bangunan setiap tahun. Kenaikan hingga 250% berarti beban warga melonjak lebih dari dua kali lipat dari tarif sebelumnya. Di wilayah perdesaan Pati, di mana mayoritas penduduk bekerja di sektor pertanian dan perdagangan kecil. Tentunya lonjakan ini terasa sangat berat. Banyak Warga Yang Mengaku Bingung Bagaimana Harus Membayar Pajak Yang Melonjak Drastis. Apalagi di tengah biaya hidup yang sudah meningkat akibat harga pangan dan BBM. Bahkan, sejumlah kelompok petani dan nelayan menganggap kenaikan tersebut berpotensi memicu penjualan aset tanah untuk melunasi pajak. Maka sebuah risiko yang mengancam keberlanjutan ekonomi lokal. Dan salah satu kritik terbesar terhadap kebijakan ini adalah minimnya sosialisasi. Kemudian warga mengaku baru mengetahui tarif baru setelah menerima surat tagihan. Tidak ada penjelasan detail dari pemerintah daerah mengenai dasar perhitungan kenaikan.

Maupun manfaat spesifik yang akan di terima masyarakat dari tambahan pendapatan pajak tersebut. Di tambah minimnya komunikasi ini memunculkan kesan bahwa kebijakan di ambil secara sepihak. Tanpa mempertimbangkan masukan publik. Akibatnya, rasa tidak percaya terhadap pemerintah. Maka kenaikan PBB-P2 ini menjadi titik awal kemarahan warga terhadap Bupati Sudewo. Bagi sebagian besar masyarakat, kebijakan ini adalah simbol jarak antara pemimpin dan rakyat. Meski di batalkan, keputusan tersebut di anggap mencerminkan gaya kepemimpinan yang tidak peka terhadap kondisi ekonomi rakyat. Dan efek sosialnya pun langsung terasa. Terdapat kelompok-kelompok warga mulai mengorganisir forum diskusi. Dengan pertemuan RT/RW, hingga aksi protes di media sosial. Puncaknya, jaringan protes ini berkembang menjadi gerakan massa lintas desa yang akhirnya memobilisasi puluhan ribu orang ke Alun-alun Pati Suasana.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait