Menyelamatkan
Menyelamatkan Harapan Hidup Korban Dari Ponpes Al Khoziny

Menyelamatkan Harapan Hidup Korban Dari Ponpes Al Khoziny

Menyelamatkan Harapan Hidup Korban Dari Ponpes Al Khoziny

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Menyelamatkan Harapan Hidup Korban Dari Ponpes Al Khoziny

Menyelamatkan Sisa Korban Reruntuhan Yang Masih Hidup Di Tengah Puing Puing Ponpes Al-Khoziny Sidoarjo Menjadi Prioritas Para Timsar. Tragedi ambruknya Pondok Pesantren Al-Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, pada 29 September 2025, meninggalkan luka mendalam bagi keluarga, masyarakat, dan seluruh bangsa Indonesia. Peristiwa yang menelan banyak korban jiwa ini bukan sekadar bencana fisik, tetapi juga ujian kemanusiaan dan solidaritas. Saat santri sedang melaksanakan shalat Ashar, bangunan dua lantai yang tengah di perluas secara ilegal runtuh, menimbun puluhan orang di bawah puing beton.

Upaya penyelamatan menjadi tantangan tersendiri. Struktur reruntuhan yang rapuh dan ruang sempit antar puing membuat penggunaan alat berat sangat berisiko. Tim SAR gabungan, yang terdiri dari Basarnas, TNI, Polri, relawan, serta masyarakat sekitar, bergerak dengan hati-hati, menggali secara manual agar tidak memperparah kondisi korban yang mungkin masih hidup. Waktu emas 72 jam untuk penyelamatan menjadi krusial, dan setiap detik yang berlalu menjadi penentu hidup dan mati bagi mereka yang terjebak Menyelamatkan.

Di tengah kepanikan dan kesedihan, kisah kemanusiaan muncul. Relawan dengan sabar menyalurkan oksigen, minuman, vitamin, dan infus bagi korban yang selamat, sementara keluarga menunggu dengan cemas di lokasi. Solidaritas lintas instansi dan masyarakat menjadi cahaya harapan di tengah reruntuhan. Banyak orang rela bekerja tanpa mengenal lelah, hanya untuk menyelamatkan nyawa. Tragedi ini menunjukkan bahwa meskipun bencana menghancurkan fisik, semangat kemanusiaan dan kepedulian dapat menjadi perekat harapan.

Selain dampak langsung terhadap korban, tragedi ini membuka mata banyak pihak mengenai pentingnya keselamatan bangunan pendidikan. Pondok pesantren dan institusi sejenis harus memperhatikan standar konstruksi, izin bangunan, dan pengawasan rutin agar kejadian serupa tidak terulang Menyelamatkan.

Bahwa Bangunan Tersebut Tidak Layak Menopang Beban Gedung Empat Lantai

Tragedi ambruknya Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, pada 29 September 2025, telah memicu beragam reaksi dari warganet di media sosial. Peristiwa ini tidak hanya menyisakan duka mendalam, tetapi juga menimbulkan perbincangan hangat di dunia maya.

Salah satu video yang viral menunjukkan korban selamat yang tetap melaksanakan sholat meskipun sedang di rawat di rumah sakit. Video ini diunggah oleh Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Abdul Muhaimin Iskandar dan telah di tonton lebih dari 77.000 kali. Banyak warganet merasa terharu dan mengapresiasi keteguhan iman para santri tersebut. Namun, ada juga yang mempertanyakan apakah kondisi tersebut menunjukkan kurangnya perhatian terhadap kesejahteraan fisik mereka.

Selain itu, perhatian publik juga tertuju pada kondisi fisik bangunan musala yang ambruk. Beberapa foto yang beredar menunjukkan tiang penyangga yang relatif kecil di bandingkan dengan ukuran gedung yang menjulang. Hal ini memicu kritik dan analisis dari sejumlah warganet yang menilai Bahwa Bangunan Tersebut Tidak Layak Menopang Beban Gedung Empat Lantai.

Pernyataan KH Abdul Salam Mujib, pengasuh Ponpes Al-Khoziny, yang menyebut kejadian ini sebagai takdir dari Allah, menuai pro dan kontra di kalangan warganet. Sebagian netizen menganggapnya sebagai sikap tawakal yang patut dicontoh, sementara yang lain menilai bahwa sebagai pengasuh, beliau seharusnya bertanggung jawab atas insiden tersebut. Pernyataan tersebut memicu perdebatan panjang di media sosial mengenai antara takdir dan kelalaian dalam pengelolaan ponpes. Tragedi ini telah mengungkapkan berbagai sisi kemanusiaan dan tanggung jawab sosial. Reaksi warganet mencerminkan kepedulian yang mendalam terhadap keselamatan dan kesejahteraan para santri, serta pentingnya pengawasan terhadap pembangunan fasilitas pendidikan.

Sejak Peristiwa Pada 29 September 2025, Tim SAR Telah Berhasil Menyelamatkan Sejumlah Korban.

Hingga Senin, 6 Oktober 2025, proses evakuasi korban ambruknya musala Pondok Pesantren Al-Khoziny di Sidoarjo memasuki hari kedelapan. Tim gabungan yang terdiri dari Basarnas, TNI, Polri, serta relawan masih bekerja tanpa henti membersihkan puing dan mencari korban yang kemungkinan masih terjebak di bawah reruntuhan beton dan besi.

Sejak Peristiwa Pada 29 September 2025, Tim SAR Telah Berhasil Menyelamatkan Sejumlah Korban. Total jenazah yang di temukan hingga hari kedelapan mencapai 63 orang. Mayoritas korban adalah santri laki-laki berusia antara 13 hingga 19 tahun yang tertimbun saat melaksanakan shalat Ashar. Fokus evakuasi berada di sisi utara bangunan yang runtuh, area yang paling rawan dan sulit di jangkau. Tim menggunakan alat berat seperti crane dan ekskavator untuk mengangkat puing-puing besar. Meski demikian, penggunaan alat berat di batasi karena struktur bangunan masih rapuh, sehingga evakuasi harus di lakukan secara hati-hati untuk menghindari keruntuhan susulan.

Proses identifikasi korban menjadi langkah penting berikutnya. Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polda Jawa Timur menerima 55 kantong jenazah, dengan 10 di antaranya telah berhasil di identifikasi melalui sampel DNA keluarga. Identifikasi cepat sangat di perlukan agar keluarga korban bisa menerima kepastian atas nasib santri mereka dan mempersiapkan pemakaman.

Selain upaya evakuasi, pihak berwenang juga berkoordinasi untuk memastikan kebutuhan dasar korban yang selamat, termasuk pertolongan medis dan psikologis. Posko crisis center di dirikan untuk memfasilitasi komunikasi antara keluarga korban dan tim SAR. Keluarga menunggu dengan cemas di posko, berharap semua jenazah di temukan dan identitasnya segera di konfirmasi. Bupati Sidoarjo dan BNPB menegaskan bahwa seluruh upaya maksimal telah di lakukan untuk menyelesaikan pencarian korban. Target penyelesaian evakuasi di tetapkan secepat mungkin, mengingat kondisi reruntuhan yang sangat berbahaya.

KH Abdus Salam Mujib Mengimbau Agar Semua Pihak Bersabar

KH Abdus Salam Mujib menyebutkan bahwa musala tersebut sedang dalam tahap pengecoran terakhir saat kejadian. Ia menjelaskan bahwa pembangunan telah berlangsung selama 9 hingga 10 bulan, dengan rencana lantai satu di gunakan sebagai mushala untuk santri putra, sementara lantai dua dan tiga sebagai ruang aula. Namun, pada tahap pengecoran terakhir, bangunan tersebut ambruk.

Meskipun peristiwa ini menimbulkan banyak korban, KH Abdus Salam Mujib Mengimbau Agar Semua Pihak Bersabar dan berharap agar musibah ini di ganti dengan yang lebih baik oleh Allah SWT. Ia juga menyatakan bahwa kegiatan belajar mengajar di ponpes sementara di hentikan, dengan waktu aktif kembali belum di tentukan.

Mengenai penyebab ambruknya bangunan, KH Abdus Salam Mujib menyampaikan bahwa kejadian tersebut terjadi saat pengecoran terakhir. Ia tidak menyebutkan adanya kesalahan dalam perencanaan atau pelaksanaan pembangunan, namun lebih menekankan pada aspek ketabahan dan penerimaan terhadap musibah.

KH Abdus Salam Mujib juga menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga santri yang menjadi korban. Ia menyadari bahwa sebagai pengasuh, ia memiliki tanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan santri. Permintaan maaf ini menunjukkan sikap rendah hati dan kesadaran akan pentingnya peran pengasuh dalam menjaga keselamatan lingkungan pesantren.

Dalam menghadapi musibah ini, KH Abdus Salam Mujib menunjukkan sikap tawakal, yaitu menerima takdir dengan penuh keimanan. Ia berharap agar musibah ini menjadi pelajaran bagi semua pihak dan agar Allah SWT memberikan ganti yang lebih baik. Sikap ini mencerminkan kedalaman spiritual dan keyakinan bahwa setiap peristiwa memiliki hikmah yang dapat di ambil Menyelamatkan.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait