Kampung Bena, Permata Budaya Megalitikum Di Flores

Kampung Benda

Kampung Bena, Permata Budaya Megalitikum Di Flores

Kampung Benda

Kampung Bena, Permata Budaya Megalitikum Di Flores

Kampung Bena, Terkadang Disebut Desa Wisata Tiworiwu, Adalah Perkampungan Megalitikum Yang Terletak Di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Berada di Desa Tiworiwu, Kecamatan Aimere, sekitar 19 km ke selatan Bajawa, kampung ini menjadi permata budaya yang tak hanya menarik wisatawan lokal, tetapi juga mancanegara, khususnya dari Jerman dan Italia.

Bena merupakan sebuah kampung adat tradisional yang mencerminkan peradaban dan budaya zaman batu. Kampung ini bagaikan sebuah kanvas waktu yang membeku, menyodorkan portal waktu dan menceritakan kisah-kisah yang terjaga selama ribuan tahun dalam lipatan sejarah masyarakat megaliti. Desa/Kampung Adat Bena terletak di pulau Flores, provinsi Nusa Tenggara Timur.

Kampung Bena di kenal karena memiliki keunikan arsitektur rumah adat serta penataan desa yang sangat khas yang semua itu mencerminkan kebudayaan masyarakat Megalitikum di masa lalu. Rumah-rumah di kampung Bena di bangun dari bahan-bahan alami seperti kayu, bambu serta atap dari Ialang.

Desain dan orientasi rumah di desa ini mengikuti aturan tradisional yang sangat ketat, yang semuanya mencerminan kosmologi dan kepercayaan masyarakat. Terdapat sekitar 45 rumah adat yang berdiri di Kampung Bena, rumah-rumah ini berdiri di atas tanah yang berundak untuk menyesuaikan dengan kontur alaminya. Arsitekturnya di buat sederhana dengan hanya menyajikan satu pintu gerbang yang digunakan untuk masuk dan keluar

Rumah-rumah ini di bentuk dengan bangunan panggung runcing untuk menghindari kelembaban tanah dan serangan hewan. Atapnya yang tinggi dan meruncing tidak hanya berfungsi sebagai pelindung dari hujan dan panas matahari, namun juga memiliki nilai simbolis kepercayaan masyarakat lokal. Desain ini mencerminkan keseimbangan antara manusia alam serta kepercayaan spiritual mereka.

Terdapat Dua Bangunan Penting

Diantara rumah-rumah panggung tersebut, Terdapat Dua Bangunan Penting bagi suku Bena di antaranya adalah Baga dan Ngadu. Baga merupakan rumah beratap rumbia yang menjadi simbol leluhur nenek moyang wanita. Sedangkan Ngadu adalah simbol leluhur laki-laki dengan bangunan bertiang tunggal dan beratap rumbia. Kedua bangunan ini berada di halaman tempat upacara adat yang di tujukan untuk berkomunikasi dengan leluhur.

Di samping itu penataan rumah di kampung ini di atur mengitari area terbuka, yang di tengahnya terdapat beberapa formasi batu dan megalit yang memiliki nilai sejarah dan ritual yang mendalam bagi masyarakat. Batu-batu ini di gunakan dalam beragam upacara adat yang masih di praktikkan hingga saat ini. Bahkan batu-batu ini juga di anggap sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan para leluhur, serta alam semesta.

Salah satu ciri khas Kampung ini adalah kepercayaan terhadap leluhur. Hingga saat ini masyarakat meyakini bahwa leluhur masih berkomunikasi dengan mereka. Kepercayaan masyarakat Kampung Bena merupakan perpaduan unik antara animisme, dinamisme, serta elemen-elemen kepercayaan tradisional lainnya yang telah mengalami penyatuan dengan agama-agama yang datang belakangan seperti agama Kristen. Meskipun banyak warga Kampung Bena telah menganut agama kristen, tetapi di sisi lain mereka tetap mempertahankan praktik dan kepercayaan tradisional yang telah di wariskan dari generasi ke generasi yang di perkirakan telah berusia 1200 tahun. Artinya sampai saat ini penduduk Kampung Bena masih memiliki kepercayaan kuat pada pemujaan leluhur di mana leluhur di percaya sebagai penghubung antara dunia fisik serta spiritual.

Leluhur di anggap memiliki pengaruh besar bagi keberuntungan, kesehatan, serta kesuburan. Karena itu mereka sering mengadakan upacara adat dan ritual untuk menghormati dan memohon berkah dari para leluhur. Selain itu kepercayaan terhadap kekuatan alam dan entitas spiritual lainnya, juga masih tampak menonjol. Masyarakat percaya bahwa alam semesta di huni oleh berbagai roh dan kekuatan gaib yang dapat mempengaruhi kehidupan mereka.

Kerajinan Tenun Ikat Yang Mendunia

Kampung Bena juga di kenal dengan kerajinan tenun ikat yang memiliki motif dan warna khas. Tenun ikat merupakan bagian penting dari warisan budaya Bena dengan teknik pembuatan yang di wariskan dari generasi ke generasi. Motif pada tenun seringkiali menggambarkan tentang alam, motif, atau simbol-simbol yang memiliki makna khusus dalam kepercayaan masyarakat setempat.

Bagi mereka kain tenun ikat tidak hanya di anggap sebagai pakaian sehari-hari, tetapi juga memiliki nilai budaya yang mendalam yang sering di gunakan dalam upacara adat sebagai simbol status sosial serta identitas etnik. Itulah sebabnya para wanita yang tinggal di kampung ini di wajibkan untuk memiliki keahlian menenun. Dan setiap harinya mereka membuat kain tenun dengan teknik tradisional.

Selain itu dalam pembuatan tenun ikat mereka juga menggunakan pewarna alami yang hal ini menambah Nilai estetik dan keunikan pada setiap lembar Kain. Warna-warna yang di hasilkan dari bahan alami ini tidak hanya indah tetapi juga sangat ramah bagi lingkungan. Keahlian dalam memilih dan mengolah bahan pewarna alami menjadi salah satu keterampilan penting dalam proses pembuatan tenun ikat di kampung Bena.

Hal itulah mengapa tenun ikat dari kampung Bena tidak hanya diapresiasi di tingkat lokal, tetapi juga telah mendapatkan pengakuan di tingkat Nasional dan Internasional sebagai salah satu warisan budaya Indonesia. Kerajinan Tenun Ikat Yang Mendunia ini sering dijadikan oleh-oleh bagi wisata yang berkunjung ke kampung ini, serta menjadi objek studi bagi mereka yang tertarik dengan budaya serta kerajinan tradisional Indonesia.

Mengunjungi Kampung Bena

Sebagai warisan budaya yang tak ternilai, Kampung Bena perlu dijaga kelestariannya. Para pengunjung di harapkan untuk menghormati adat istiadat setempat dan menjaga kebersihan lingkungan. Jika Anda berkesempatan untuk mengunjungi Flores, jangan lewatkan kesempatan untuk berkunjung ke Kampung Bena. Perkampungan megalitikum ini menawarkan pengalaman wisata yang tak terlupakan, perpaduan antara budaya, sejarah, dan keindahan alam yang memikat.

Untuk Mengunjungi Kampung Bena, wisatawan dapat menggunakan kendaraan sewa dari Bajawa. Perjalanan memakan waktu sekitar 30 menit. Tidak ada tiket masuk yang di kenakan, namun pengunjung di harapkan mengisi buku tamu dan memberikan donasi sukarela untuk biaya pemeliharaan dan pelestarian kampung.

Berdiri di puncak bukit dengan pemandangan Gunung Inerie yang megah, Kampung Bena menawarkan pesona tersendiri. Daya tarik utamanya terletak pada keberadaan batu-batuan besar peninggalan zaman megalitikum. Rumah-rumah adat yang berjumlah sekitar 40 buah pun turut menambah keunikan kampung ini.

Kampung Bena di huni oleh masyarakat suku Ngada yang masih memegang teguh tradisi leluhur. Kepercayaan pada “Yeta”, dewa yang bersemayam di Gunung Inerie, masih di anut oleh sebagian masyarakat. Kehidupan sehari-hari mereka pun tak lepas dari berbagai upacara adat yang dis elenggarakan secara turun-temurun. Salah satu upacara adat yang terkenal adalah “Ronggeng,” upacara panen hasil bumi yang di rayakan dengan penuh sukacita.

Berwisata ke Kampung Bena tak sekadar menikmati pemandangan dan peninggalan sejarah, melainkan juga menghargai budaya masyarakat setempat. Berikut beberapa hal yang perlu di perhatikan:

  • Berpakaian sopan: Sebagai bentuk penghormatan terhadap budaya lokal, kenakan pakaian yang menutupi bahu dan lutut.
  • Jaga kebersihan dan kelestarian: Buanglah sampah pada tempatnya dan hindari tindakan yang dapat merusak lingkungan kampung.
  • Santun dalam bersikap: Berbicaralah dengan sopan dan hormati adat istiadat setempat.
  • Mintalah izin sebelum mengambil foto: Hormati privasi penduduk dan minta izin sebelum mengambil foto mereka atau properti pribadi.
  • Berikan donasi sukarela: Donasi Anda dapat membantu pelestarian budaya dan pemeliharaan Kampung Bena.